Kisah Puteri Bungsu Sengkuamak dan Putera Raja Jawa



Tersebutlah sebuah negeri bernama Sengkuamak, sebuah negeri yang aman dan makmur dari hasil hutan dan pertanian. Raja negeri memiliki dua orang anak; si sulung lelaki, karena itu ia dipanggil Pangeran Sulung. Sedang yang kecil seorang perempuan, Putri Bungsu panggilannya. Sang Raja sungguh bahagia melihat kedua putra putrinya tumbuh menjadi anak – anak yang tangkas lagi cerdas.

Namun sayang, kebahagiaan itu hanya sebentar berlaku. Seorang peri jahat merasa iri dengan  Raja Negeri Sengkuamak. Kala menjelang remaja, Pangeran Sulung dikutuk peri menjadi menjadi seekor burung Pempuruk Tanjung, burung kecil bersuara siul merdu dengan bulu coklat kekuningan memahkotai kepalanya, yang membedakan Burung jelmaan Pangeran Sulung memiliki bulu emas di dada. Raja Negeri Sengkuamak tak mampu berbuat apa – apa, ia terduduk lemas mendengar kabar tentang putranya dari Ratu. Setelah segala usaha dilakukan, namun tak mendapatkan hasil, Raja Sengkuamak pun menyerah. Tapi tidak dengan Putri Bungsu.

Putri Bungsu walau masih belum remaja, ia dengan gesit keluar masuk hutan dengan tangan memegang sebuah sumpit. Mata jelinya mengudara ke dahan - dahan pohon, mencari burung dari jenis Pempuruk Tanjung. Bila bertemu, Putri Bungsu lantas menyumpitnya dengan buah peluru tumpul agar burung itu jatuh, namun tak mematikannya. Burung – burung itu ditelitinya, bila ia tak menemukan tanda bulu emas di dada, burung malang itupun dilepaskan kembali.

Demikianlah perbuatan Sang Puteri Bungsu, dari hari ke hari, hingga bulan berganti bulan, tak terasa telah setahun Pangeran Sulung dikutuk Peri dan telah setahun pula Putri Bungsu tak tentu makan dan minum, setiap pagi ia keluar ke hutan, baru malam ia pulang ke Istana.
Segala nasehat tak didengarkan Putri Bungsu, keadaan dirinya sudah serupa para pemburu yang kumal dan dekil, padahal ia sudah hampir menginjak remaja. 

Padahal di Negeri Sengkuamak, bila seorang Puteri telah menginjak remaja, ia harus melaksanakan adat Naik Lamin, si gadis dimasukan dalam sebuah kamar yang tidak tembus cahaya matahari selama 1  hingga 3 bulan. Dalam kamar yang hanya diterangi lampu siang dan malam itu ia merawat tubuhnya dengan berbedak dan keramas untuk mempercantik tubuhnya. Makananpun harus diatur sedemikian rupa agar tubuhnya selalu sehat dan langsing. Namun Puteri Bungsu belum juga nampak hendak meninggalkan tujuannya mencari abangnya.

Sedang Raja Sengkuamak susah mendapati keadaan Puteri Bungsu yang demikian, datanglah Putra Raja Jawa, saat ia melihat sekilas Puteri Bungsu, jatuh hatilah sang Putra kepada Putri Bungsu. Alangkah senang hati Raja Sengkuamak mendengarnya, terbitlah ide dalam kepalanya untuk menyerahkan Puteri Bungsu dalam penjagaan Putra Raja Jawa dan dibawa pergi dari negerinya. Siapa tahu dengan kepergiannya dari tanah Sengkuamak, Puteri Bungsu bisa berubah.

Walau dengan berat hati, Putri Bungsu akhirnya bisa dibawa Putra Raja Jawa pulang ke negerinya. Rupanya Putra Raja Jawa telah ditunggu oleh ayahnya, sang Raja Jawa hendak menjodohkan sang Putra dengan Putri sahabatnya sesama Raja. Sang Putra tak mampu menolak, namun hatinya bimbang dengan Putri Bungsu. Ia memohon agar pernikahannya ditunda setahun. Putri Bungsu lantas ia samarkan menjadi seorang anak lelaki bernama Wandan.

Awalnya, karena masih kecil, Puteri Bungsu tak begitu peduli dengan pernikahan Pangeran yang telah membawa dia pergi dari Negerinya sendiri. Ia sibuk bermain dengan kawan – kawan seusianya, samarannya sebagai lelaki nyaris sempurna, bahkan ia bisa melebihi yang lain dalam hal ketangkasan dan keprajuritan.

Namun, setelah setahun berlalu, Puteri Bungsu merasakan perubahan pada dirinya. Yang awalnya ia tak peduli dengan sang Putera, kini ia lebih peduli. Dan dari hari ke hari, kepeduliannya berubah menjadi benci bila melihat Sang Putera tak menemuinya. Puteri Bungsu juga terserang takut, karena telah hampir setahun ia di sini, telah dekat masanya Sang Putera menikah dengan Putri pilihan Raja. Ia menjadi lebih sering mengurung diri dikamar, mata jelinya menatap ke dedahanan pohon randu di luar jendela, berharap abangnya hinggap di salah satu dahan itu.

Pada suatu malam, kala Puteri Bungsu melamun di tepi jendela, seekor burung Pempuruk Tanjung hinggap dihadapannya. Puteri Bungsu lantas menangkapnya dan menelitinya, dan demi melihat tanda bulu emas di dada burung itu, Puteri Bungsu berseru lantang, “Kakanda, benarkah ini engkau?”

Burung di hadapannya mengangguk, ya dialah sang Pangeran Sulung. Lalu burung itu menjelma menjadi Pangeran Sulung, keduanya saling berpelukan. Seiring bertambah besarnya Pangeran Sulung, sihir Peri telah hampir pudar, kala malam datang Pangeran Sulung dapat menjelma kembali menjadi dirinya hingga fajar datang.

“Marilah kita pergi dari sini” ajak Pangeran Sulung.

“Tapi kakanda, Ayah telah menyerahkan aku kepada Putera Raja Jawa” Puteri Bungsu meragu.

“Bila ia memang bersungguh – sungguh, ia akan mencarimu, tapi bila tidak, ia akan menyerah dan akan memilih Puteri yang lain, naiklah ke punggungku” tukas Pangeran Sulung yang lantas berubah menjadi burung Pempuruk Tanjung kembali, namun dengan badan yang besar serupa Garuda. Puteri Bungsu pun naik, lalu mereka beranjak meninggalkan tanah jawa menuju Negeri Sengkuamak.

Saat fajar menyinsing, mereka telah tiba di kaki Istana Sengkuamak. Pangeran Sulung kembali kepada wujud burung dengan ukuran biasa. Raja Negeri Sengkuamak bersuka cita atas kembalinya Puteri Bungsu. Tadinya ia hendak menyusul ke Tanah Jawa, karena Puteri Bungsu harus melaksanakan adat naik lamin. Tapi karena Puteri Bungsu telah datang, upacara adat naik lamin pun dapat segera dilaksanakan. Tiga purnama berikutnya Puteri Bungsu berdiam di dalam kamar yang tak tembus cahaya, sembari belajar hal – hal tentang keputrian dan belajar cara menenun kain agar ketika keluar dari lamin ia telah siap dinikahkan.

Sementara itu di istana Raja Jawa, Sang Putra gelisah mencari Wandan—nama samaran Puteri Bungsu—ke segala penjuru kota raja dan wilayah – wilayah sekitarnya. Namun yang dicari tak juga muncul. Hampir tiga bulan ia mencari hingga ke pelabuhan tapi tak ada satupun yang melihat Puteri Bungsu. Ia takut terjadi apa – apa pada Puteri Bungsu, dan merasa bersalah kepada Raja Sengkuamak yang telah memercayakan Puteri Bungsu kepadanya.

Raja Jawa yang mendapat laporan dari sang Putera ikut gelisah, karena Raja Jawa tak mau punya masalah dengan Raja Sengkuamak. Hingga datanglah sepucuk surat dari Raja Sengkuamak, ia mengundang seluruh keluarga Raja Jawa untuk menghadiri upacara turun lamin Puteri Bungsu pada purnama yang akan datang. Berita itu segera sampai kepada sang Putera dan mereka segera bergegas berangkat.

Pada purnama berikutnya, saat Puteri Bungsu turun lamin, ia tersenyum bahagia melihat Sang Putera Raja Jawa telah menantinya di singgasana. Oleh Raja Sengkuamak, disaksikan Raja Jawa dan sekalian Raja – Raja yang diundang, Putri Bungsu dinikahkan dengan Putera Raja Jawa. Rakyat negeri Sengkuamak bersuka cita menyambutnya.


Dan lebih – lebih lagi, kutuk peri pada Pangeran Sulung pun akhirnya selesai pada purnama yang sama. Maka tak terkira bahagianya Raja Negeri Sengkuamak beserta Ratu dan seluruh rakyatnya. Pada masa – masa selanjutnya, Putera Raja Jawa menjadi penasehat agung bagi Pangeran Sulung yang naik tahta menggantikan ayahnya. Dan mereka pun hidup bahagia selamanya.

Postingan Populer